07 November 2014

Diskusi Bareng Arus Liar

Selasa sore seperti mahasiswa kebanyakan, ada sebuah presentasi kuliah. Didepan kelas hpku bergetar menandakan ada sebuah pesan masuk. Isinya tak jauh seperti ini, "Kata PO nya bus sampe terminal banyumanik jam 16.30. Kumpul di kosku jam 4 ya. Pliss". Segera aku meras tenang. Dianganku jam 6 sore lewat 30. Kulanjutkan presentasi dengan tenang.
Kuingat lagi ada kata "plisss". Dan kubuka lagi pesannya. Langsung kekhawatiran muncul, karena kuliah selesai 16.10. Dan sekarang pukul 15.50. Aang dan Ilyas jadi sasaran. Untunglah Ilyas sanggup membantu mengantarkan aku walau sampe sana terlambat 10 menit. Tapi seperti biasa kereta datang terlambat, 2 jam mungkin biasa. *nyanyi iwan fals~*
Dan memang benar, bus baru berangkat 2 jam setelah itu... Ilyas dan caranya seperti biasa mencairkan suasana sampe akhirnya aku berangkat bersama Uwa Cahyo, Mas Faran, Mbak Upi dan Mbak Arvi (Nene). Alhamdulillah dapat subsidi dari Mas Zaenal 350rb. Hahaha. Oiya, kesempatan langka seperti ini diprakarsai oleh Mas Zaenal.
Sebenarnya sedikit menyesal juga terburu-buru. Karena lupa bawa barang2 yang harusnya kutitipkan dan tidak sempat menyalami sedulur di PKM SC. Ya, begitulah trauma ketinggalan kereta dan memang keterbatasan uang saku. Mahasiswa.
Perjalanan belum juga 10 menit namun aku sudah tertidur.

*****

Sampai rumah tujuan -rumahnya mbak Nene di Gondrong- sekitar pukul 8 pagi. Sampai gang depan rumah -mungkin karena masih ada efek antimo- mbak Nene sampai tidak menyadari telah melewati Om Edi, Ayahnya. Sampai rumah kediamannya di Gondrong kami langsung disambut hangat oleh Keluarga Sedulur kami. Secara makna, Keluarga Sedulur kami adalah Keluarga kami juga. Bisa ditarik kesimpulan singkat, anggaplah rumah sendiri. Dan memang begitu adanya. Hahaha.
Kamar mandi. Tujuan pertama setelah dirasa cukup beramah tamah. Badan terasa lengket dan haredang -kata orang Sunda.
Sarapan sudah. Mandi sudah. Tiduran juga sudah. Berjalanlah kami mencari angkot menuju Masjid Kampus Al-Azhar. Awalnya suhu masih bersahabat. Makin lama, kok lama juga. Seperti sauna siang hari. Tangan badan muka terasa basah. Jakarta.
Sampai di Masjid Al-Azhar kami bertemu Mas Zaenal. Sekitar 2 jam perjalanan dari Gondrong dan sekarang pukul 1 siang. Seperti seorang mas kandung, Mas Zaenal mengerti saja kami lapar. Dan memang sudah disiapkan seporsi Dimsum untuk setiap orang yang kami nikmati di Mobil Nissan Marchnya Mbak El. Dan memang seperti itulah yang mendarahdaging di Wapeala. Nilai persaudaraan antar anggota dan antar generasi tetap terjaga, dan rasamemiliki. Setiap anggota pasti menyadari itu, walau cara memaknainya berbeda beda.

*****

Jam 2 lebih 10menit kami sampai sekretariat Kerabat Pencinta Alam di dalam Gedung Juang. Loh? Iya, memang kebetulan Mas Toni Gumalang dan rekan-rekan sedang ingin kumpul di sana bukan di Sekretariat Arus Liar yang. Kesan pertama yang aku rasakan merasa tidak yakin. Karena tempat itu layaknya ruangan dalam sebuah bangunan kantor era orde lama. Ditambah lagi tidak ada peralatan ataupun sesuatu yang menunjukkan Arus Liar. Sampai disana kami disambut oleh mas. Baru beberapa menit tibalah Mas Toni. Tak banyak intro mas Toni diarahkan oleh Mas Zaenal menuju topik utama. Pada awalnya aku berniat untuk bercerita kronologi kejadian 14 April lalu, namun terasa berat. Untunglah mas Toni memang tidak mengharap kami menjelaskannya lagi. Beliau sudah merasa cukup tau dari pers release kampus dan orang orang terpercaya seperti ketua Faji Garut, Uwa Uwe. Mas Toni -senior dalam bidang arus deras serta kegiatan kegiatan alam bebas- lebih memfokuskan pada membuka mata kita pada manajemen kegiatan. Beliau membuka file ppt yang dijelaskan secara jelas dan menusuk. Banyak yang hal memang telah kami ketahui. Tetapi jika diresapi lagi, ternyata kami telah near miss. Dari semua kegiatan outdoor, panjat, gununghutan, rafting dan lainnya. Kita harus menjauhi bahaya. Dalam artian, antara skill dan antusiasme harus berimbang. Kata ini ditambahi oleh mas Mario -anggota Wanadri juga yang pada masa SMA telah membuka jalur pemanjatan di Himalaya. Jika skill diatas, maka bisa jadi kesombonganlah yang ada. Kebalikannya jika antusiasme berlebihan maka akan mendekatkan diri pada near miss.
Near miss itu bisa dikatakan keadaan yang sudah memungkinkan terjadinya kecelakaan.
Saying No! Katakan tidak. Perasaan mengatakan tidak. Tanda tanda menunjukkan hal tidak wajar. Jangan ragu mengatakan tidak. Petualangan akan disebut petualangan jika itu belum pernah kita lakukan. Tapi petualangan akan hilang jika terjadi korban. Mas Toni Gumilang mengatakan, "sungai yang pernah diarungi tidak banyak. Hanya 32 termasuk luar negeri. ... ya. Itu karena beliau berani mengatakan tidak.
Bagian yang kami rasa paling berpengaruh pada kejadian kemarin adalah Attitude. Memang itulah yang mnjadi sorotan Mas Toni. Attitude = sikap. Banyak penjelasan panjang mengenai ini.
Contoh, dalam kejadian ekspedisi Kopassus bersama Wanadri di Sungai Van Der Wall di Papua. Saat mereka turun air sudah tinggi, walau tidak hujan. Setelah diperhitungkan perbekalan tidak memungkinkan menunggu ait turun karena butuh beberapa minggu menunggu. Namun, disaat seperti itulah sikap yang terbentuk dari mereka yang membuat kejadian hilangnya belasan orang. Lebih baik pulang nama daripada gagal ekspedisi. Itulah sikap yang terbentuk. "Apa bagusnya kehilangan nyawa?" Kata Beliau menyambung ceritannya.
Pemahaman sungai yang kurang.
Pengalaman kurang.
Manajemen kurang.
Itu beberapa yang mempengaruhi sikap kita.
Beliau pernah dalam suatu pengarungan, di hulu sudah terlihat mendung. Didepan tebing tebing. Dia Langsung menginstruksikan untuk mempercepst laju perahu dan melewati tebing tebing dan langsng menepi. Kondisi tidak hujan. Namun tak sampai setengah jam air naik beberapa meter. Apa intinya? Ketika sudah memahami sungai sikap dan perasaan kita akan terlatih melihat tanda tanda akan terjadinya sesuatu hal. Ingat petualangan akan hilang arti jika terjadi korban. Sikap juga yang harus diperbaiki, sehingga bisa memahami kemampuan. Sehingga tau kapan akan melaju terus atau Stop.
Banyak sekali yang beliau utarakan.

No comments:

Post a Comment